🌐 WAG Bimbingan Islam
🎙 Oleh: Ustadz Fauzan Azhiimaa, Lc. حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى
📗 Kitab Al-Fiqhu Al-Muyassar (الْفِقْهُ الْمُيَسَّرُ)
Panduan Praktis Fikih dan Hukum Islam
📑 Bab Najis-najis dan Bagaimana Cara Menyucikannya
📖 Halaqah 16 – Jenis Najis Berdasarkan Dalil
🔊 Audio, klik disini
════════════════
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ، وَبَعْدُ
اَللَّهُمَّ انْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَزِدْنَا عِلْمًا
وَهُدًى وَتُقًى وَصَالِحًا يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Sahabat BIAS yang dimuliakan oleh Allāh Azza wa Jalla.
Alhamdulillāh, kita akan kembali mengkaji Fiqih dari Kitab Al-Fiqhu Al-Muyassar Fi Dhau i Al-Kitab Wa As-Sunnah (الْفِقْهُ الْمُيَسَّرُ فِي ضَوْءِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ) bersama kami Fauzan Azhiimaa وَفَّقَ اللَّهُ تَعَالَى.
Kita masih pada Bab yang Kesembilan pembahasan tentang Jenis-jenis Najis dan Bagaimana Cara Menyucikannya. Kita masuk kepada poin yang kedua.
المسألة الثانية: الأشياء التي قام الدليل على نجاستها:
▪︎ Jenis-jenis Najis yang ada dalilnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
١. بول الآدمي وعذرته وقيئه
⑴ Air kencing atau kotoran bani Adam dan muntahnya.
إلا بول الصبيِّ الذي لم يأكل الطعام، فيكتفى برشه
Adapun air kencing bayi laki-laki yang di bawah enam bulan dan belum makan makanan (mpasi) masih fokus kepada ASI maka jenis najisnya cukup diperciki saja.
Seperti dijelaskan pada pertemuan sebelumnya ini adalah jenis najis Mukhafafah (najis yang ringan) hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Qais bintu Muhshan.
Suatu ketika Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam didatangi seseorang dan orang tersebut membawa seorang bayi laki-laki yang masih kecil (di bawah usia 6 bulan). Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mendudukkan bayi tersebut di atas pangkuannya dan seketika bayi tersebut kencing.
Maka apa yang dilakukan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam?
فَدَعَا بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ
“Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam hanya meminta untuk didatangkan air, kemudian dipercikan kepada air kencing yang mengenai baju Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tanpa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mencuci baju tersebut.”
أما بول الغلام الذي يأكل الطعام، وكذا بول الجارية، فإنه يغسل كبول الكبير
Adapun kencingnya anak kecil yang dia sudah makan makanan atau dia mungkin sudah berusia enam bulan ke atas (sudah Mpasi) begitu juga bayi yang berjenis kelamin perempuan, maka harus harus dicuci, hukumnya seperti jenis najis orang yang besar.
٢. الدم المسفوح من الحيوان المأكول، أما الدم الذي يبقى في اللحم والعروق، فإنه طاهر، لقوله تعالى
⑵ Darah yang mengalir dari hewan yang memang diperbolehkan untuk dimakan. Adapun sisa-sisa darah yang memang masih ada di daging-daging atau urat-urat hewan yang sudah disembelih maka darah tersebut thaahir (طاهر) artinya boleh untuk dimakan juga.
Hal ini berdasarkan firman Allāh _Azza wa Jalla_ di dalam surat Al-An’ām ayat 145.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا
“Allāh mengharamkan juga memvonis berbagai jenis najis darah yang mengalir.”
Apakah darah yang mengalir Itu? Darah mengalir ada beberapa keadaan:
① Bisa ketika disembelih, ketika ada darah yang mengalir maka hukumnya najis.
② Mengalir karena terjadi sesuatu, misalkan hewan tersebut tertabrak atau hewan tersebut terjatuh dan seterusnya, maka yang mengalir dari hewan tersebut adalah najis.
٣. بول وروث كل حيوان غير مأكول اللحم، كالهر والفأر.
⑶ Semua jenis air kencing atau kotoran dari hewan-hewan yang memang tidak boleh dimakan, seperti dari air kencing atau kotoran kucing atau kotoran tikus atau semua hewan yang tidak boleh dimakan, maka kotorannya adalah najis.
⑷ Bangkai (الميتة)
Apakah bangkai (الميتة) itu?
وهي ما مات حتف أنفه من غير ذكاة شرعية
Bangkai adalah hewan yang mati tanpa disembelih dengan sesembelihan yang syar’i.
Sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً
“Kecuali daging hewan yang mati (bangkai).” (Al-Qur’an Surah Al-An’ām Ayat 145)
Diharamkan bangkai!. Akan tetapi ada beberapa yang dikecualikan,
ويستثنى من ذلك ميتة السمك، والجراد، ومالا نفس له سائلة، فإنها طاهرة
Dan dikecualikan dari bangkai yang divonis sebagai najis yaitu bangkai ikan atau bangkai belalang dan yang sejenisnya yang memang tidak memiliki darah yang mengalir. Maka itu adalah suci.
⑸ Air Madzi (المَذْي).
Apa itu air Madzi (المَذْي) ?
وهو ماء أبيض رقيق لزج، يخرج عند الملاعبة أو تذكُّر الجماع
Air Madzi adalah air yang berwarna putih kemudian dia lembut dan lengket yang mana biasanya madzi ini keluar ketika sedang pendahuluan untuk melakukan jima’ atau ingin atau sedang memimpikan, membayangkan tentang sesuatu yang syahwat.
Dan Madzi ini bisa keluar terkadang tanpa syahwat (لا بشهوة ولا دفق) juga keluarnya tanpa hentakan atau dorongan. Begitu juga,
ولا يعقبه فتور، وربما لا يحس بخروجه
Dan barangsiapa mengeluarkan Madzi ini terkadang tidak terjadi lemas setelahnya, bahkan terkadang seseorang tidak merasa bahwa Madzi telah keluar dari dirinya.
Maka ini adalah najis sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam kepada Ali bin Abi Thālib yang bertanya tentang Madzi. Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ
“Wudhulah dan cucilah kemaluanmu.” (Hadits Riwayat Bukhari: 269)
Hal ini menunjukkan bahwasanya Madzi itu harus disucikan dengan cara wudhu, ini menunjukkan bahwasanya Madzi adalah najis.
⑹ Wadzi (الوَدْي).
Apa Wadzi (الوَدْي) itu?
وهو ماء أبيض ثخين يخرج بعد البول، ومَنْ أصابه فإنه يغسل ذكره ويتوضأ، ولا يغتسل
Air yang berwarna putih dia sedikit kental dan biasanya keluar setelah buang air kecil. Maka barangsiapa yang mengeluarkan Wadzi (الوَدْي) maka itu adalah najis dan cukup dicuci kemaluannya kemudian dia wudhu.
Kemudian yang terakhir yang ada dalilnya, adalah:
⑺ Darah Haidh (دم الحيض)
Darah haidh ini juga najis, sebagaimana dalam hadits dari Asma binti Abi Bakar radhiyallāhu ta’āla ‘anhā yang menceritakan bahwasanya datang seorang perempuan kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengeluhkan tentang haidhnya maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab,
تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ
“Cukup kamu kerik atau kamu cuci atau kamu kucek darah haidh tersebut dengan air kemudian kamu bersihkan setelah itu shalatlah.”
Maka kita tahu bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam memerintahkan wanita tersebut untuk mencuci darah haidh tersebut dan setelah menjadi suci dan dibolehkan untuk shalat.
Ini saja yang bisa kami sampaikan sahabat BiAS, semoga bermanfaat juga bisa dipahami dan tentunya diamalkan. Wallahu Ta’ala A’lam. Semoga kita diberikan oleh Allah Tabaraka Wa Ta’ala Bimbingan, Taufik, dan Inayah-Nya supaya kita Istiqamah di atas Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ، وَبِاللَّهِ التَّوْفِيق وَالْهِدَايَة
In Syaa Allah Berlanjut
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Halaqah sebelumnya, klik disini
Halaqah selanjutnya, klik disini
One comment
Pingback: Halaqah 17 - Cara Menyucikan Najis | AL-HANIFIYYAH