Selasa , April 22 2025

Halaqah 39 – Urutan Perwalian dalam Pernikahan: Urutan Kedua dan Ketiga (Bagian Pertama)

🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad

🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى
📗 Fiqih Nikah / Baiti Jannati

📖 Halaqah 39 – Urutan Perwalian dalam Pernikahan: Urutan Kedua dan Ketiga (Bagian Pertama)
🔊 Audio, klik disini
════════════════

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Pada kesempatan kali ini kita berbincang-bincang tentang urutan atau skala prioritas dalam perwalian, dalam pernikahan.

Orang KEDUA yang paling berhak untuk menjadi wali setelah Ayah kandung adalah, الجد (kakek) yaitu yang dimaksud dengan Kakek di sini adalah Ayahnya Ayah. Adapun Ayahnya Ibu, maka Ayahnya Ibu tidak bisa menjadi wali. Kenapa? Karena alasan atau dalil dalam pengurutan perwalian dalam pernikahan adalah qiyas, analogi. Perwalian dalam pernikahan ini diqiyaskan dengan hak waris.

Kakek yang itu merupakan Ayahnya Ibu dalam warisan, tidak bisa mewarisi. Karenanya dia termasuk ذَوي الأرْحام (kerabat), bukan ahli waris. Karena itu yang dimaksud Kakek di sini adalah Ayahnya Ayah (أبو الأب). Kenapa? Karena nasab si anak perempuan tersebut mengalir ataupun menyambung dengan si Kakek tersebut, yaitu Ayahnya Ayah. Dan demikian seterusnya.

Ketika Ayahnya Ayah tidak ada, maka Ayahnya Ayah Ayah yaitu buyut. Dialah yang paling berhak. Selama masih ada jalur Ayah maka saudara, paman tidak bisa menjadi wali. Kalau ternyata ada pertentangan keinginan antara Ayah dengan kakek maka yang berhak menikahkan adalah Ayah. Karena Kakek itu adalah orang kedua, bukan orang pertama. Kakek adalah orang kedua dan bukan orang pertama.

Kemudian Al Mualif mengatakan,

ثم الأخ للأب والأم

Kemudian kalau jalur Ayah tidak ada, Kakek tidak ada, maka orang KETIGA yang berhak menjadi wali adalah saudara seayah seibu atau saudara kandung. Dialah orang terdekat dan dia orang yang paling kuat untuk menjadi wali.

Kalau dalam satu kasus seorang wanita memiliki lebih dari satu saudara kandung. Ada kakak, ada adik. Ada kakak nomor 1, kakak nomor 2, kakak nomor 3. Kemudian ada adik dan adiknya juga beberapa orang, maka mereka semua berhak menjadi wali. Karena mereka walaupun berbeda umur, status mereka sama.

Kekuatan mereka dalam hukum syari’at juga sama. Karena hubungan antara wanita ini dengan mereka sama-sama hubungan saudara. Tidak ada skala prioritas. Walaupun secara etika, secara etika tentu Kakak tertua lebih layak untuk didahulukan. Dalam rangka menghormati yang lebih tua dibanding yang lebih muda, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا

“Tidaklah termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil dan tidak menghormati yang lebih tua.”

Dalam hadits lain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga menganjurkan kita untuk mendahulukan yang lebih tua. كبر كبر dahulukan yang lebih tua, dahulukan yang lebih tua. Tetapi dalil-dalil ini tidak kemudian menjadikan mereka berbeda level.

Kenapa? Karena alasan mereka menjadi wali sama, yaitu saudara kandung. Karena itu dalam hukum waris mewarisi, hak saudara tidak dibeda-bedakan hanya karena faktor umur atau kakak ataupun adik. Karena hubungan mereka baik itu kakak, baik itu adik itu sama. Yaitu jalur ukhuwah, jalur saudara. Namun sekali lagi tadi, etika adabnya mendahulukan yang lebih tua.

Tetapi ketika terjadi perbedaan. Kakak yang nomor satu ingin menikahkan si wanita itu kepada si A misalnya. Kakak yang nomor dua ingin menikahkan kepada si B, adiknya ingin menikahkan kepada si C. Terjadi perbedaan keinginan.

Siapakah yang kemudian berhak untuk memutuskan. Apakah karena senioritas lebih tua itu menjadi alasan untuk mengatakan bahwa adiknya atau kakak yang lebih muda kehilangan haknya? Tidak. Ketika terjadi ketidaksepahaman antara saudara dalam pernikahan ini dalam menikahkan saudari mereka, maka kewenangan itu dikembalikan kepada wanita yang akan dinikahkan itu. Dialah yang berhak untuk memilih, siapakah dari sekian saudaranya yang dia tunjuk untuk menjadi wali.

Maka yang dia tunjuk dialah yang paling berhak. Karena Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam bersabda,

لَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ وَلَا الثَّيِّبُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ

[Hadits Riwayat Bukhari no. 6968]

Tidaklah boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai restu, dimintai izin, dimintai persetujuan darinya. Dan juga tidak boleh dinikahkan seorang janda sampai diminta perintahnya, pernyataan sikapnya secara tegas.

Beda antara gadis dengan janda. Janda, tidak cukup dengan restu. Betul-betul harus pernyataan sikap secara tegas. Nikahkan saya dengan si Fulan, misalnya. Tetapi seorang gadis cukup dengan adanya restu. Yaitu dengan dia diam. Diamnya gadis itu adalah restu, cukup walaupun dia tidak berbicara. Karena apa? Karena seperti yang dinyatakan oleh para sahabat,

يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا

Bagaimana caranya minta izin kepada seorang gadis? karena gadis itu biasanya malu.

قَالَ: إِذْنُهَا الصُّمَاتُهَا

Kata Nabi, “Restunya, persetujuannya anak gadis yaitu dengan cara dia diam”.

Ketika dia diam berarti dia menyetujuinya. Dalam hadits ini dengan jelas wanita harus dimintai restunya, diminta izinnya, persetujuannya ketika hendak dinikahkan. Ketika terjadi perbedaan keinginan antara sekian wali, maka yang berhak menentukan adalah wanita yang akan dinikahkan tersebut. Siapapun dari saudara yang ditunjuk oleh wanita itu, dipilih oleh wanita itu dialah yang berhak untuk menjadi wali. Tentu ini ketika terjadi kebuntuan komunikasi.

Tetapi ketika ada keharmonisan dalam berkomunikasi, ada kata sepakat, ada hubungan yang harmonis maka tentu secara etika kakak yang lebih tua dialah yang seharusnya didahulukan. Dalam rangka menghormati yang lebih tua, dalam rangka menjaga keharmonisan dalam hubungan rumah tangga.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf. Wallahu Ta’ala A’lam. Semoga kita diberikan oleh Allah Tabaraka Wa Ta’ala Bimbingan, Taufik, dan Inayah-Nya supaya kita Istiqamah di atas Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ، وَبِاللَّهِ التَّوْفِيق وَالْهِدَايَة

In Syaa Allah Berlanjut

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Halaqah sebelumnya, klik disini
Halaqah selanjutnya, klik disini

Bagikan Ke

About admin.alhanifiyyah

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. Ahlan Wa Sahlan Para Pengunjung Rahimakumullah Semoga Bisa Mendapatkan Faedah Dan Berbuah Menjadi Amal Jariyah. Barakallahu Fikum...

Check Also

Halaqah 15 – Menjaga Adab dalam Menuntut Ilmu

🌐 WAG Surabaya MengajiProgram KEBUT (Kelas Kitab Tuntas)≈Kelas Kitab Tuntas Surabaya Mengaji 🎙 Oleh: Ustadz …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses