🌐 Belajar Islam BiS
bis.belajar-islam.net
🎙 Oleh: Ustadz Beni Sarbeni, Lc. M.Pd. حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى
📗 Materi: Kitab Fiqih Muyassar
(Pembahasan Fiqih Bersuci)
📖 Halaqah 5 – Hukum Air yang Bercampur dengan Benda Najis
🔊 Audio, klik di sini
════════════════
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ
Saudara sekalian, para pendengar di grup WhatsApp Belajar Islam yang semoga senantiasa dijaga oleh Allah Rabbul ‘Alamin, kita lanjutkan kajian kitab Al-Fiqhul Muyassar, kali ini kita akan membahas tentang air yang bercampur dengan benda najis.
Penulis berkata di halaman dua puluh empat. Pembahasan Ketiga: Air yang bercampur dengan benda najis, misalnya air bercampur dengan air kencing. Jika air bercampur dengan benda najis, lalu berubah salah satu sifatnya, yakni bau, rasa, atau warnanya, maka berdasarkan ijma’ ‘ulamaa` (kesepakatan para ‘ulamaa`), air tersebut hukumnya najis sehingga tidak boleh digunakan untuk bersuci, yakni tidak boleh digunakan untuk menghilangkan hadats maupun najis, sedikit maupun banyak jumlah air tersebut.
Jadi, jika air bercampur dengan benda najis misalnya tadi air kencing, lalu berubah salah satu sifatnya. Misalnya baunya berubah, maka berdasarkan ijma’ atau kesepakatan para ‘ulamaa` air tersebut menjadi najis sehingga tidak bisa digunakan untuk bersuci, tidak bisa digunakan untuk berwudhu, juga tidak bisa digunakan untuk membersihkan najis, baik air tersebut dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Selanjutnya, adapun jika tidak berubah salah satu sifatnya, baunya tidak berubah, rasanya pun tidak berubah, demikian pula warnanya tidak berubah, maka sebagai berikut:
1. Jika air tersebut banyak, maka tidak menjadi najis dan bisa digunakan untuk bersuci.
2. Jika airnya sedikit, maka menjadi najis dan tidak boleh bersuci dengannya. Batasan banyak adalah melebihi dua qullah.
Sahabat sekalian, rincian seperti ini yaitu dibedakan antara banyak dan sedikit ketika tidak ada perubahan sifat merupakan rincian dalam madzhab Hambali dan Syafi’i. Adapun pendapat yang lain, misalnya pendapat ‘ulamaa` Malikiyyah dan ini adalah pendapat Al-Imam Malik, beliau mengatakan bahwa selama air tersebut tidak berubah warna, tidak berubah rasa, tidak berubah bau, maka ia tetap suci lagi menyucikan. Terlepas apakah jumlah air itu sedikit maupun banyak, selama tidak ada perubahan, maka air tersebut masih suci lagi menyucikan.
Dan Wallahu A’lam pendapat Al-Imam Malik ini lebih kuat jika dilihat dari dalil di mana di antara dalilnya adalah hadits yang dibawakan penulis, yaitu hadits dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ta’ala ‘anhu, ia berkata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّ الْمَاءَ طَهُوْرٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
“Air itu suci lagi menyucikan tidak bisa berubah menjadi najis dengan apapun.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud, nomor 66; At-Tirmidzi, nomor 66; An-Nasa-i, 1:174; dan Ahmad, 17:190).
Jadi selama dia disebut sebagai air secara mutlak, maka dia suci lagi menyucikan, kecuali tadi, yaitu ketika ada perubahan baik bau, warna, maupun rasa, itu pun berdasarkan ijma’.
Kemudian penulis membawakan beberapa dalil di antaranya tadi dalil dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ta’ala ‘anhu. Demikian pula hadits dari sahabat ‘Abdullah Ibnu ‘Umar radhiyallahu ta’ ala ‘anhuma di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ
“Jika air itu mencapai dua qullah, maka ia tidak berubah menjadi najis.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud, nomor 63; At-Tirmidzi, nomor 67; Ibnu Majah, nomor 517; An-Nasa-i, 1:75:46).
Jadi sekali lagi kesimpulannya adalah ketika air bercampur dengan benda najis. Maka, selama tidak ada perubahan warna, bau, maupun rasa, maka air tersebut masih suci lagi menyucikan, terlepas jumlah air itu banyak ataupun sedikit. Nah, rincian seperti ini adalah pendapatnya Al-Imam Malik dan didukung dengan dalil yang kuat. Wallahu Ta’ala A’lam.
Sahabat sekalian yang dimuliakan oleh Allah Rabbul ‘Alamin. Demikianlah materi yang bisa saya sampaikan. Semoga materi yang saya sampaikan ini bermanfaat. Akhukum fillah, Abu Sumayyah Beni Sarbeni. Pondok Pesantren Sabilunnajah Bandung. Wallahu Ta’ala A’lam. Semoga kita diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bimbingan, taufik, dan inayah-Nya supaya kita istiqamah di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ، وَبِاللَّهِ التَّوْفِيق وَالْهِدَايَة
InSyaaAllah Berlanjut
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Halaqah sebelumnya, klik disini
Halaqah selanjutnya, klik di sini