🌐 Belajar Islam BiS
bis.belajar-islam.net
🎙 Oleh: Ustadz Beni Sarbeni, Lc. M.Pd. حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى
📗 Materi: Kitab Fiqih Muyassar
(Pembahasan Fiqih Bersuci)
📖 Halaqah 7 – Hukum Air Musta’mal
🔊 Audio, klik di sini
════════════════
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ
Sahabat sekalian para pendengar di grup WhatsApp Belajar Islam yang semoga dimuliakan oleh Allah Rabbul ‘Alamin, kita lanjutkan kajian kitab Al-Fiqhul Muyassar. Sebelumnya kita sudah membahas tentang air yang bercampur dengan benda najis. Kita juga sudah membahas tentang hukum air yang bercampur dengan benda suci. Lalu pembahasan kelima di halaman dua puluh tujuh adalah tentang hukum air musta’mal.
Musta’mal artinya air bekas digunakan untuk bersuci. Air musta’mal seperti air bekas dipakai untuk berwudhu dan mandi adalah suci lagi menyucikan menurut pendapat yang shahih. Ini menunjukkan bahwa hukum air musta’mal ini diperselisihkan di antara para ‘ulamaa`. Misalnya dalam madzhab Syafi’iyyah air musta’mal itu suci, tetapi tidak bisa digunakan untuk bersuci.
Nah penulis di sini mengatakan bahwa air musta’mal dalam pendapat yang shahih adalah suci lagi menyucikan. Kemudian di footnote saya berikan tambahan keterangan, bahwa Imam An-Nawawi rahimahullah (salah seorang tokoh madzhab Syafi’iyyah) menukil pendapat ‘ulamaa` yang menyatakan bahwa air musta’mal itu suci lagi mensucikan yakni dari Imam Al-Auza’i, Imam Malik, Imam Az-Zuhri, Abu Tsaur demikian pula Al-Imam Ibnul Mundzir. Jadi pendapat yang shahih adalah air musta’mal tetap suci lagi menyucikan, yakni bisa digunakan untuk menghilangkan najis dan hadats selama salah satu sifatnya tidak berubah baik baunya, rasa, maupun warna.
Apa dalilnya? dalilnya bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berwudhu maka hampir saja para sahabat bertengkar untuk merebutkan bekas air wudhunya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Al-Bukhari.
Juga karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengucurkan bekas air wudhu beliau kepada Jabir ketika ia sakit. Seandainya hal itu najis, maka beliau tidak boleh melakukannya. Juga karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan para istri beliau mereka semua berwudhu di wadah kecil, bahkan mandi di bak kecil. Tentunya perbuatan-perbuatan seperti itu tidak menjamin selamat dari percikan air musta’mal, misalnya wudhu dari gayung kemudian di kobok. Mungkin sebagian orang ada yang mengatakan “sepertinya itu kekhususan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Maka bisa kita sampaikan hukum asalnya syari’at bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupakan syari’at yang berlaku bagi umatnya. Oleh karena itu, ketika seseorang mengatakan bahwa ini adalah kekhususan baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam butuh dalil yang lain, yang mengatakan bahwa itu adalah Khusuusiyyaat An-Nabi atau kekhususan Nabi, apalagi di sini ada keterangan sebagaimana disampaikan oleh penulis bahwa para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berwudhu di wadah yang kecil. Ini menunjukkan bahwa suci dan menyucikannya air musta’mal juga berlaku bagi para sahabat Ridhwanullah ‘alaihim ajma’in.
Demikian pula berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam kepada sahabat Abu Hurairah radhiyallahu Ta’ala ‘anhu, ketika ia junub Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ
“Sesungguhnya seorang mukmin itu tidak tidak najis.” (Hadits shahih riwayat Imam Muslim).
Ketika tidak najis, maka ketika air musta’mal itu digunakan, selama air itu disebut sebagai air, maka dia suci menyucikan karena seorang mukmin tidak najis, sehingga ketika bersentuhan dengan air tidak merubah status air tersebut. Jika demikian adanya, maka air itu tidak hilang kemampuannya dalam menyucikan hanya karena dipakai untuk bersuci. Itulah tentang air musta’mal, jadi pendapat yang shahih (yang benar) sebagaimana disampaikan oleh penulis di sini bahwa air musta’mal adalah suci lagi menyucikan.
Sahabat sekalian yang semoga dimuliakan oleh Allah Rabbul ‘Alamin. Demikian materi yang bisa saya sampaikan. Semoga materi yang saya sampaikan ini bermanfaat. Akhukum fillah, Abu Sumayyah Beni Sarbeni. Pondok Pesantren Sabilunnajah Bandung. Wallahu Ta’ala A’lam. Semoga kita diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bimbingan, taufik, dan inayah-Nya supaya kita istiqamah di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ، وَبِاللَّهِ التَّوْفِيق وَالْهِدَايَة
InSyaaAllah Berlanjut
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Halaqah sebelumnya, klik di sini
Halaqah selanjutnya, klik di sini