Senin , September 22 2025

Halaqah 2 – Muqaddimah Kitab Fiqih Muyassar Bagian Kedua

🌐 Belajar Islam BIS
bis.belajar-islam.net

🎙 Oleh: Ustadz Beni Sarbeni, Lc. M.Pd. حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى
📗 Materi: Kitab Fiqih Muyassar
     (Pembahasan Fiqih Bersuci)

📖 Halaqah 2 – Muqaddimah Kitab Fiqih Muyassar Bagian Kedua

🔊 Audio, klik di sini
════════════════

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ

Saudara sekalian, para pendengar di grup WhatsApp Belajar Islam yang semoga dimuliakan oleh Allah Rabbul ‘Alamin, kita lanjutkan kajian kitab Al-Fiqhul Muyassar.

Kali ini saya akan membacakan ringkasan muqaddimah, demikian pula tentang pendahuluan atau pengenalan ilmu fiqih. Di halaman 11. Ringkasan muqaddimah lembaga penerbitan mushhaf Al-Qur’an Al-Malik Fahd. Jadi, penerbit kitab ini adalah lembaga penerbitan mushhaf Al-Qur’an Al-Malik Fahd.

Mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dan beribadah kepada-Nya di atas cahaya dan di atas petunjuk adalah asas kehidupan. Karena Allah menciptakan kita untuk beribadah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaku.” (Al-Qur’an Surah Adz-Dzariyat [51] ayat 58).

Semua itu tidak akan terwujud kecuali dengan memahami agama dengan baik. Karena itulah, Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mempelajari agama. Bahkan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Siapa saja yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, niscaya Allah akan memberikan untuknya pemahaman dalam masalah agama.” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim).

Bahkan Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalani di dalam kitabnya Fat-hul Baari`, beliau mengatakan, “Mafhumnya (makna kebalikan) dari hadits ini, di antara tanda keburukan bagi seorang hamba adalah tidak ada keinginan untuk belajar agama.”. Dan alhamdulillah kita dengan fasilitas yang ada ini berusaha untuk mengamalkan haditsnya,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ

“Barang siapa dikehendaki baik oleh Allah nasibnya, Allah akan memberikan untuknya pemahaman dalam masalah agama.” (Hadits shahih Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

Dan tentunya, Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan menerima suatu ibadah, kecuali jika sesuai dengan Sunnah atau ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa saja melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, niscaya amalan tersebut tertolak.” (Hadits Riwayat Muslim).

Dan syarat ibadah itu ada dua, sehingga diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang pertama: Harus dilakukan dengan ikhlas. Yang kedua: Harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika tidak sesuai dengan dua syarat ibadah tersebut, maka ditolak.

Kitab Al-Fiqhul Muyassar yang kami sajikan untuk saudara-saudara kami kaum Muslimin di setiap tempat ini adalah buku yang kami susun dengan mudah dan bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. [Makanya kita dapati dalam buku ini قَالَ اللَّهُ dan قَالَ الرَّسُولُ Allah berfirman Nabi bersabda].

Kemudian, dan karena tujuan awal penyusunan kitab ini untuk para pemula, maka kami berusaha meninggalkan pembahasan yang terlalu panjang, demikian pula kami tinggalkan pembahasan tentang perbedaan pendapat yang ada di dalamnya, karena tentunya hal-hal seperti itu hanya layak untuk dikaji di perguruan-perguruan tinggi disertai kitab-kitab Muthawwal (yang panjang pembahasannya).

Makanya masalah khilaf (Perbedaan pendapat) tidak dibahas di sini. Walaupun, nanti jika ada perkara yang penting untuk disampaikan, saya akan menyampaikan sedikit masalah perbedaan pendapat tersebut. Jika memang sangat-sangat penting untuk disampaikan.

Selanjutnya, panitia sangat berterima kasih kepada segenap pihak yang telah ikut serta dalam penyusunan buku ini, yang di antaranya adalah para dosen yang membidangi ilmu fiqih, seperti Dr. ‘Abdul ‘Aziz Mabruk Al-Ahmadi; Dr. Faihan bin Syali Al-Muthairi; Dr. Abdul Karim bin Shanaithan Al-‘Umri; Dr. ‘Abdullah bin Fahd Asy-Syarif Al-Hijari; demikian pula kepada Dr. Ali bin Muhammad Nashir Faqihi; dan Dr. Jamal bin Muhammad As-Sayyid sebagai editor buku ini. Jadi, buku ini ditulis oleh para ahli di bidang fiqih.

Hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla kami berharap semoga buku ini menjadi amal yang diterima oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala, bermanfaat bagi kaum Muslimin, dan menjadi amal dalam timbangan kebaikan di hari yang tidak bermanfaat harta dan anak-anak, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.

Kemudian sebagai catatan: Sebagai catatan tambahan, bahwa kitab ini banyak mengambil faedah dari kitab-kitab fiqih kontemporer, yang di antaranya adalah kitab Asy-Syarhul Mumti’ karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, juga kitab Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi karya Syaikh Shalih Al-Fauzan, serta kitab-kitab induk dalam Madzhab yang empat dan kitab-kitab lainnya. Kemudian muqaddimah atau pendahuluan tentang ilmu fiqih.

PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan ini mencakup bahasan tentang; Yang pertama: Definisi Fiqih Secara Bahasa dan Istilah. Yang kedua: Sumber Rujukan Ilmu Fiqih. Yang ketiga: Bahasan Ilmu Fiqih. Yang keempat Buah (Faedah) Ilmu Fiqih. Yang kelima: Keutamaan Ilmu Fiqih.

1. Yang pertama: Makna atau Definisi Fiqih Secara Bahasa dan Istilah. Fiqih atau Al-Fiqhu ( اَلْفِقْهُ ) secara bahasa adalah Al-Fahmu ( اَلْفَهْمُ ) yang artinya memahami. Misalnya, disebutkan di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang kaum Nabi Syu’aib, mereka berkata:

مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِّمَّا تَقُولُ

“Kami tidak banyak mengerti (atau Kami tidak banyak paham) tentang apa yang kamu katakan itu.” (Al-Qur’an Surah Hud [11] ayat 91).

Jadi, نَفْقَهُ artinya نَفْهَمْ fiqih secara bahasa artinya paham. Demikian pula misalnya, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Israa` ayat 44. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:

وَلَٰكِن لَّا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ

“Tetapi, kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (Al-Qur’an Surah Al-Israa` [17] ayat 44).

Makna تَفْقَهُونَ di dalam ayat tersebut terjemahannya mengerti, karena Al-Fiqhu ( اَلْفِقْهُ ) secara bahasa adalah Al-Fahmu ( اَلْفَهْمُ ) yang artinya memahami atau mengerti. Adapun Ilmu Fiqih secara istilah berarti:

اَلْعِلْمُ بِالْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ الْمُكْتَسَبَةِ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ

“Ilmu tentang hukum-hukum syari’at (agama) yang bersifat pengamalan, yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat rinci.”

Ilmu tentang hukum-hukum syari’at atau agama yang bersifat pengamalan, dengan kata pengamalan, maka aqidah tidak masuk kajian ilmu fiqih, karena aqidah sifatnya keyakinan. Yang diambil dari dalil-dalil yang bersifat rinci. Dalil shalat, ada, dalilnya secara rinci. Dalil puasa, ada dalilnya secara rinci, dan seterusnya. Itulah yang dimaksud dengan ilmu fiqih, ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat pengamalan, yang diambil dari dalil-dalilnya secara rinci.

2. Yang kedua: Sumber Rujukan Ilmu Fiqih. Sumber rujukan inti dari Ilmu Fiqih ada empat. Yang pertama: Al-Qur’anul Karim. Yang kedua: As-Sunnah atau hadits. Yang ketiga: Al-Ijma’. Yang keempat: Qiyas (Analogi).

Berbeda dengan aqidah, aqidah itu tidak ada qiyas di dalamnya. Sumber rujukan Aqidah itu hanya Al-Qur’an Al-Karim, As-Sunnah (Hadits), dan Ijma’. Tidak ada Qiyas, karena aqidah membahas perkara-perkara ghaib, perkara ghaib tidak mungkin diqiyaskan atau dianalogikan.

3. Yang ketiga: Bahasan Ilmu Fiqih. Bahasan Ilmu Fiqih adalah perbuatan para mukallaf (Setiap hamba yang terkena beban hukum, yaitu seorang muslim yang sudah baligh dan berakal) dalam bentuk umum dan menyeluruh, mencakup segala sisi kehidupan seorang hamba yang tadi, berakal dan sudah baligh (Mukallaf). Ilmu Fiqih itu mencakup hubungan seorang hamba dengan Rabbnya; seperti shalat, dengan dirinya sendiri, juga dengan masyarakatnya, jadi, menyeluruh.

Ilmu Fiqih juga mencakup hukum-hukum ‘amaliyah, berikut segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang hamba, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, akad, maupun segala perilaku. Hal ini terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama: Hukum-hukum yang bersifat ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan yang semisalnya. Yang kedua: Hukum-hukum yang bersifat muamalah (Interaksi manusia dengan manusia yang lainnya), seperti akad, tindakan-tindakan, sanksi, pidana, dan jaminan yang tujuannya adalah mengatur hubungan antara manusia. Hukum yang kedua ini bisa diringkas dalam poin berikut ini:
A. Fiqih keluarga; dari awal terbentuk sampai berakhirnya sebuah keluarga. Mencakup bahasan tentang nikah, talak, nasab, nafkah, waris, dan selainnya.
B. Hukum muamalah harta; baik berkaitan dengan muamalah pribadi maupun tukar-menukar di antara mereka, seperti jual-beli, sewa-menyewa, kongsi, dan yang serupa dengannya.
C. Hukum-hukum pidana; yakni hukum yang berkaitan dengan kejahatan dan kezhaliman seorang mukallaf, juga sanksi yang berhak untuk dijatuhkan.
D. Hukum yang berkaitan dengan pengaduan dan penyelesaian kasus, yakni yang berkaitan dengan putusan atas sengketa, cara penyelesaiannya, dan yang serupa dengannya.
E. Hukum-hukum kenegaraan; yakni berbagai hukum yang mengatur hubungan antara negara Islam dengan negara lainnya, baik dalam keadaan damai maupun perang, demikian pula mengatur hubungan non muslim dengan negara Islam. Mencakup pula masalah jihad dan berbagai perjanjian dengan musuh.

Jadi, sekali lagi fiqih secara umum terbagi menjadi dua, yaitu Fiqih Ibadah dan Fiqih Mu’amalah. Fiqih Ibadah yaitu hukum-hukum fiqih yang mengatur hubungan antara seorang hamba dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti tentang shalat, puasa, haji, dan yang lainnya. Sedangkan Fiqih Mu’amalah, yaitu hukum-hukum fiqih yang mengatur hubungan seorang hamba dengan manusia lainnya dan itu terbagi menjadi lima.
A. Fiqih keluarga.
B. Fiqih mu’amalah harta.
C. Hukum-hukum pidana.
D. Hukum berkaitan dengan pengaduan dan penyelesaian kasus.
E. Hukum-hukum kenegaraan.

4. Yang keempat: Buah Ilmu Fiqih. Mengetahui dan mengamalkan ilmu fiqih membuahkan kebaikan bagi seorang mukallaf, sah ibadahnya, dan lurus perilakunya. Jika seorang hamba itu baik, maka baik pula masyarakatnya, sehingga hasil yang didapatkan di dunia adalah kebahagiaan dan kehidupan yang sejahtera, adapun di akhirat adalah keridhaan Allah juga Surga-Nya. Itu buah yang dihasilkan dari ilmu fiqih ini. Jadi, Islam mengatur begitu apik. Bahkan, seorang sahabat ditanya oleh Heraklius (Kaisar Romawi) tentang apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dijawab, “Sampai urusan masuk WC itu diatur di dalam islam, apalagi urusan kenegaraan.”

5. Yang kelima: Keutamaan Ilmu Fiqih (Keutamaan Memahami Agama serta Motivasi Untuk Mencari dan Mendapatkannya). Sungguh memahami agama adalah sebaik-baik amal. Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menunjukkan keutamaannya, bahkan memerintahkannya. Di antaranya dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an surah At-Tawbah ayat 122:

وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Tidak sepatutnya bagi kaum Mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Al-Qur’an Surah At-Taubah [9] ayat 122).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di sini

لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ

“Agar mereka belajar agama.”, Tidak sepatutnya semua pergi ke medan perang. Hendaklah ada di antara mereka yang tafaqquh fid-din (mempelajari agama). Kemudian mereka memberikan peringatan kepada kaum mereka setelah mereka kembali dari menuntut ilmu. Semoga mereka itu menjaga dirinya dengan ilmu tersebut. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, hadits yang tadi sudah saya bacakan:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, niscaya Allah akan memberikan untuknya pemahaman dalam masalah agama.” (Hadits shahih Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa kebaikan itu -seluruhnya- adalah di dalam memahami agama. Tentunya itu pun menunjukkan pentingnya ilmu agama, serta menunjukkan keagungan dan ketinggian kedudukannya. Demikian pula dengan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.

اَلنَّاسُ مَعَادِنُ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقُهُوا

“Manusia itu seperti barang tambang. Orang-orang pilihan di antara mereka di masa Jahiliyyah adalah orang-orang pilihan di antara mereka di masa Islam, yaitu apabila mereka memahami Islam.” (Hadits shahih Riwayat Muttafaqun ‘Alaihi; Al-Bukhari dan Muslim).

Tapi ada syaratnya, yaitu apabila mereka memahami islam. Orang-orang pilihan di zaman Jahiliyah pun menjadi orang-orang pilihan ketika mereka masuk Islam. Tapi syaratnya إِذَا فَقُهُوا ketika mereka paham agama, ketika mereka paham Islam.

Jadi, kebaikan seseorang itu ada syaratnya, yaitu pemahamannya tentang masalah agama. Semakin mereka paham tentang masalah agama maka semakin baik.
Dan maksud manusia itu seperti barang tambang, barang tambang kan bermacam-macam ada emas atau perak dan yang lainnya.

Manusia itu beragam, ada yang baik, ada yang jelek. Nah, orang-orang yang baik di zaman Jahiliyyah adalah orang orang yang baik di zaman Islam. Tapi syaratnya ketika mereka paham tentang Islam. Walhasil, memahami agama itu memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam dan pahalanya sangatlah besar. Sebab, jika seorang Muslim memahami betul urusan agamanya, niscaya ia mengetahui hak dan kewajibannya, sehingga ia akan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ilmu dan ia pun akan diberikan pertolongan untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.

Para pendengar yang dimuliakan oleh Allah Rabbul ‘Alamin, demikianlah materi yang bisa saya sampaikan, perhatikan dengan baik. Jika ada faedah betul-betul dicatat, semoga ini menjadi ilmu bagi kita semua, Aamiin.

Demikian materi yang bisa saya sampaikan. Akhukum fillah, Abu Sumayyah Beni Sarbeni. Pondok Pesantren Sabilunnajah Bandung. Wallahu Ta’ala A’lam. Semoga kita diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bimbingan, taufik, dan inayah-Nya supaya kita istiqamah di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ، وَبِاللَّهِ التَّوْفِيق وَالْهِدَايَة

InSyaaAllah Berlanjut

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Halaqah sebelumnya, klik disini
Halaqah selanjutnya, klik di sini

Bagikan Ke

About admin.alhanifiyyah

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh. Ahlan Wa Sahlan Para Pengunjung Rahimakumullah Semoga Bisa Mendapatkan Faedah Dan Berbuah Menjadi Amal Jariyah. Barakallahu Fikum...

Check Also

Halaqah 15 – Menjaga Adab dalam Menuntut Ilmu

🌐 WAG Surabaya MengajiProgram KEBUT (Kelas Kitab Tuntas)≈Kelas Kitab Tuntas Surabaya Mengaji 🎙 Oleh: Ustadz …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses